Ketergantungan Dopamine: Melakukan Social Media Detox
brawolife.indonesia • 15 Oktober 2024

Kita hidup dimana arus informasi begitu cepat dan melimpah. Dunia digital membuat kita dapat mengakses informasi apapun hanya melalui satu genggaman, melalui smartphone. Kemudahan ini pula yang cenderung membuat kita mudah teralih dan sukar fokus terhadap keadaan di sekitar kita. Tak jarang kesulitan fokus ini mempengaruhi produktivitas kita dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Fenomena ini tuntas dibahas oleh salah satu buku yang telah dibaca oleh tim BRAWO Life Indonesia, yaitu "The Dopamine Diet: A Guide to Controlling Your Cravings" oleh Dr. David A. Kessler.


Buku ini membahas tentang bagaimana dopamine, neurotransmitter yang terkait dengan sistem penghargaan otak kita, mempengaruhi keinginan kita untuk makanan tertentu dan dapat menciptakan kecanduan yang mempengaruhi kebiasaan kita dalam menjalani kehidupan. Selain itu buku ini memberikan beberapa tips & trick yang dapat diterapkan pada penggunaan media sosial, mengingat bahwa sekarang media sosial sudah menjadi salah satu ketergantungan utama orang-orang dalam memenuhi keinginan atas dopamine. Artikel kali ini, kita akan mengeksplorasi hubungan antara kecanduan makanan dan kecanduan media sosial, serta bagaimana melakukan social media detox untuk mengurangi ketergantungan terhadap dopamine.

Memahami Dopamine dan Kecanduan


Dopamine adalah bahan kimia di otak yang terlibat dalam perasaan senang yang juga berfungsi sebagai bahan apresiasi/penghargaan bagi tubuh. Ketika kita mengonsumsi makanan yang tinggi gula dan lemak, kadar dopamine kita meningkat, menciptakan rasa puas yang instan. Namun, ini juga dapat menimbulkan keinginan yang kuat untuk mengonsumsi lebih banyak makanan tersebut. Alasannya karena tubuh menyukai sensasi puas yang dihasilkan dari makanan tersebut. Sehingga tubuh mengasosiasikan rasa senang adalah dengan memakan makanan tersebut.


Dalam buku Dopamine Diet, Dr. Kessler menjelaskan bagaimana makanan olahan dan camilan manis dapat menyebabkan kecanduan yang mirip dengan kecanduan narkoba. Kita sering tidak menyadari ini, mengingat makanan dan minuman olahan sering diiklankan dengan kemasan yang penuh pesan positif, berbeda tentunya dengan narkoba. Demikian pula dengan media sosial. Lahirnya sebuah fenomena dimana setiap like, komentar, atau notifikasi bisa memberikan dorongan dopamine yang sebanding dengan mengonsumsi berbagai macam makanan dan minuman olahan, menciptakan siklus ketergantungan yang sulit untuk diputus. Tubuh memberikan tuntutan tinggi agar keinginan dopamine yang harus dipenuhi tanpa sadar kita bisa terjebak bermain media sosial hingga berjam-jam dalam sehari yang merusak kesehatan mental dan fisik kita.


Kecanduan Makanan dan Media Sosial: Persamaan dan Dampaknya


Baik makanan maupun media sosial memiliki potensi untuk membuat kita ketergantungan secara berlebihan. Keduanya dapat memicu rasa bahagia yang semu, hingga pada akhirnya dapat menimbulkan rasa bersalah, kecemasan, dan ketidakpuasan. Lebih parahnya lagi ketika tubuh mengalami kelebihan senyawa dopamine, resiko yang terjadi adalah bisa munculnya skizofrenia. Hal yang sama berlaku untuk penggunaan media sosial. Sering kali, kita menggunakan media sosial sebagai pelarian dari stres atau kebosanan, sama seperti kita mungkin mengandalkan makanan untuk kenyamanan. Dalam bukunya Dr. Kessler menekankan pentingnya kesadaran dalam mengatasi kecanduan. Salah satunya adalah dengan memahami pola makan kita, kita bisa membuat pilihan yang lebih sehat.


Social Media Detox: Mengurangi Ketergantungan terhadap Dopamine


Melakukan social media detox adalah langkah penting dalam mengurangi ketergantungan terhadap dopamine. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil untuk memulai proses detox ini:

  1. Tentukan Tujuan: Sebelum memulai detox, tentukan alasan dan tujuan Anda. Apakah Anda ingin mengurangi kecemasan, meningkatkan produktivitas, atau menghabiskan lebih banyak waktu untuk kegiatan lain? Memiliki tujuan yang jelas akan memudahkan Anda untuk tetap fokus.
  2. Tetapkan Waktu untuk Detox: Mulailah dengan menetapkan waktu tertentu untuk melakukan detox. Anda bisa mencoba satu minggu tanpa media sosial, atau memilih hari tertentu dalam seminggu untuk "me-time" tanpa media sosial.
  3. Identifikasi Pemicu: Kenali situasi atau emosi yang mendorong Anda untuk membuka media sosial. Apakah itu saat Anda merasa bosan atau stres? Mengetahui pemicu ini akan membantu Anda mencari alternatif yang lebih sehat.
  4. Ganti dengan Aktivitas Positif: Cari kegiatan yang bisa menggantikan kebiasaan scrolling di media sosial. Membaca buku, berolahraga, atau melakukan hobi yang Anda sukai dapat memberikan kepuasan yang lebih mendalam dan tidak bergantung pada dopamine instan.
  5. Berkoneksi Secara Langsung: Alih-alih berkomunikasi melalui media sosial, coba untuk bertemu teman atau keluarga secara langsung. Interaksi tatap muka dapat memberikan pengalaman yang lebih memuaskan dan memperkuat hubungan sosial Anda.
  6. Refleksi dan Kesadaran: Setelah detox, luangkan waktu untuk merenung. Apakah Anda merasa lebih baik? Apakah ada perubahan dalam suasana hati atau tingkat stres Anda? Kesadaran ini akan membantu Anda mengatur kembali hubungan Anda dengan media sosial.

—----------------------------------------------------------------------------------------------

Kecanduan makanan dan media sosial memiliki kesamaan yang mendalam dalam hal bagaimana dopamine memengaruhi keinginan dan perilaku kita. Dengan memahami konsep dari buku "The Dopamine Diet," kita dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip tersebut dalam mengelola kebiasaan kita terhadap media sosial. Melakukan social media detox adalah langkah penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap dopamine yang menjebak kita terhadap ilusi atas realita semu atas situasi yang lebih baik. Tubuhmu adalah istanamu, kendalikan dirimu dengan mengontrol ketergantungan atas makanan, dan dopamine-dopamine semu dari media sosial.


Are you ready to refresh your lifestyle?

oleh brawolife.indonesia 15 Desember 2025
Panduan memilih berdasarkan kelas harga & kualitas
oleh 8 Desember 2025
Bukan slow juicer-nya yang jelek, tapi selama ini cara pakainya yang salah!
oleh 8 Desember 2025
Susu bebas laktosa yang tinggi protein!
oleh 28 November 2025
Jika bukan oksidasi, lalu apa penyebab buih tersebut?
oleh 24 November 2025
Mengolah daging bukan sekadar soal “halus atau tidak”, tapi tentang tekstur, konsistensi, kecepatan kerja, dan kontrol suhu. Dua alat yang sering dibandingkan di dapur rumah dan profesional adalah heavy duty blender dan chopper. Tapi mana yang benar-benar lebih efektif?
oleh 24 November 2025
Ingin dikenal sebagai FnB/Restoran yang otentik? Spur Restaurant & Bar (klik di sini untuk baca beritanya) membuat house-made ketchup mereka sendiri, mereka tidak menggunakan saus botolan biasa yang membuatnya dikenal sebagai restoran yang otentik.
oleh 24 November 2025
Cocok untuk kamu yang sedang diet, meal prep, atau ingin camilan tinggi protein tanpa bahan tambahan yang berlebihan.
oleh 24 November 2025
Mixing Method Matters: Teknik yang Mengubah Karakter Es Kopi Susu
oleh 19 November 2025
ROE adalah cara berpikir yang menilai alat bukan sebagai biaya, tetapi sebagai aset yang mengurangi risiko, meningkatkan efisiensi, dan menghasilkan profit yang lebih stabil.
oleh 13 November 2025
Dengan menggunakan blender heavy duty, teksturnya bisa benar-benar lembut seperti es krim premium meski tanpa tambahan krim atau susu hewani.
Show More